Tahun 1977-1992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5 juta barrel per hari. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara produsen minyak yang cukup disegani di negara-negara OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang pendiriannya diprakarsai oleh Indonesia. Namun seiring peningkatan konsumsi dan penurunan produksi minyak dalam negeri sejak tahun 2003 Indonesia telah menjadi net importir minyak.
Produksi minyak Indonesia saat ini sekitar 800 ribu barrel per hari sehingga tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri, dan harus mengimpor dalam jumlah besar. Pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mendorong agar produksi minyak bisa terus ditingkatkan. Untuk merealisasikan target produksi 820 ribu barrel per hari ditahun 2015, 7 proyek Migas baru telah beroperasi yaitu Lapangan Bayan yang digarap oleh Manhattan Kalimantan Investment Pte Ltd, Kerendan Gas Plant (Salamander Energy Ltd), South East Sumatera Development (CNOOC SES), Lapangan Beringin (Pertamina EP), Lapangan Kepodang (Petronas Carigali Muriah) dan Pengembangan Penuh South Belut (Conoco Philips Indonesia Inc).
Menurut riset CDMI, saat ini cadangan bahan bakar fosil Indonesia sudah semakin menipis hanya tinggal 3,61 miliar barrel atau sekitar 0,21% dari cadangan dunia. Dengan produksi minyak rata-rata mencapai 300 juta barrel per tahun dan jika tidak ditemukan cadangan terbukti baru, maka diperkirakan 12 tahun lagi minyak bumi Indonesia akan benar-benar habis. Demikian pula dengan cadangan terbukti gas bumi Indonesia yang hanya 102 TSCF/ Trillion Square Cubic Feet, atau sekitar 1,6% cadangan gas dunia. Dengan melihat laju produksi yang mencapai 3 TSCF per tahun maka diperkirakan cadangan gas bumi Indonesia akan habis sekitar 34 tahun lagi.
Baca Juga : Pengertian Bioenergi dan Jenisnya
Sektor migas masih memiliki kontribusi besar bagi pendapatan negara yang diperoleh dari ekspor. Dalam kurun waktu 2000- 2014, nilai ekspor migas telah meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,95% per tahun, dari US$ 14,37 miliar pada 2000 menjadi US$ 30,33 miliar pada 2014. Selama periode tersebut, kontribusi nilai ekspor migas terhadap total nilai ekspor Indonesia rata-rata adalah sebesar 20,27% pertahun.
Potensi migas Indonesia masih cukup besar. Dari cekungan hidrokarbon Indonesia diperkirakan lebih dari 9 miliar barrel. Baru sebagian besar yang sudah ditemukan di Kawasan Barat Indonesia. Jika potensi sumber daya migas di Kawasan Timur Indonesia dapat direalisasikan, jumlahnya akan lebih besar lagi. Dari 60 cekungan sedimen yang diperkirakan mengandung hidrokarbon, 22 cekungan sama sekali belum dilakukan ekplorasi.